Kamis, 24 Desember 2009

► Meraih Kebahagiaan Yang Hakiki

Al Ustadz Abdurrahman Lombok ,Tak ada orang yg ingin hidupnya tidak bahagia. Semua orang ingin bahagia. Namun hanya sedikit yg mengerti arti bahagia yg sesungguhnya.Hidup bahagia merupakan idaman tiap orang bahkan menjadi simbol keberhasilan sebuah kehidupan. Tidak sedikit manusia yg mengorbankan segala-galanya Untuk meraihnya.

Menggantungkan cita-cita menjulang setinggi langit dgn puncak tujuan teresebut adl bagaimana hidup bahagia.Hidup bahagia merupakan cita-cita tertinggi tiap orang baik yg mukmin atau yg kafir kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Apabila kebahagian itu terletak pada harta benda yg bertumpuk-tumpuk maka mereka telah mengorbankan segala-galanya utk meraihnya. Akan tetapi tidak dia dapati dan sia-sia pengorbanannya. Apabila kebahagian itu terletak pada ketinggian pangkat dan jabatan maka mereka telah siap mengorbankan apa saja yg dituntutnya begitu juga teryata mereka tidak mendapatkannya. Apabila kebahagian itu terletak pada ketenaran nama maka mereka telah berusaha utk meraihnya dgn apapun juga dan mereka tidak dapati. Demikianlah gambaran cita-cita hidup ingin kebahagiaan.Apakah tercela orang-orang yg menginginkan demikian? Apakah salah bila seseorang bercita- cita utk bahagia dalam hidup? Dan lalu apakah hakikat hidup bahagia itu?Pertanyaan-pertanyaan ini membutuhkan jawaban agar tiap orang tidak putus asa ketika dia berusaha menjalani pengorbanan hidup tersebut.Hakikat Hidup BahagiaMendefinisikan hidup bahagia sangatlah mudah utk diungkapkan dgn kata-kata dan sangat mudah utk disusun dalam bentuk kalimat. Dalam kenyataannya telah banyak orang yg tampil untuk mendifinisikannya sesuai dgn sisi pandang masing-masing akan tetapi mereka belum menemukan titik terang. Ahli ekonomi mendifinisikannya sesuai dgn bidang dan tujuan ilmu perekonomian. Ahli kesenian mendifinisikannya sesuai dgn ilmu kesenian. Ahli jiwa akan mendifinisikannya sesuai dgn ilmu jiwa tersebut. Mari kita melihat bimbingan Allah Subhanahu Wata’ala dan Rasul-Nya Muhammad Shalallahu ‘Alahi Wasallam tentang hidup bahagia. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:Kamu tidak akan menemukan satu kaum yg beriman kepada Allah dan hari akhir saling cinta- mencinta kepada orang yg memusuhi Allah dan Rasul-Nya walaupun mereka adl bapak- bapak mereka anak-anak mereka saudara-saudara mereka dan keluarga-keluarga mereka.

Merekalah orang-orang yg telah dicatat dalam hati-hati mereka keimanan dan diberikan pertolongan memasukkan mereka kedalam surga yg mengalir dari bawahnya sungai-sungai dan kekal di dalamnya. Allah meridhai mereka dan mereka ridha kepada Allah. Ketahuilah mereka adl pasukan Allah dan ketahuilah bahwa pasukan Allah itu pasti menang.Dari ayat ini jelas bagaimana Allah Subhanahu Wata’ala menyebutkan orang-orang yg bahagia dan mendapatkan kemenangan di dunia dan diakhirat. Mereka adl orang-orang yg beriman kepada Allah Subhanahu Wata’ala dan hari akhir dan orang-orang yg menjunjung tinggi makna al-wala’ dan al-bara’ sesuai dgn apa yg dimaukan oleh Allah Subhanahu Wata’ala dan Rasulullah Shalallahu ‘Alahi Wasallam. As-Sa’di dalam tafsir beliau mengatakan: Orang-orang yg memiliki sifat ini adl orang-orang yg telah dicatat di dalam hati-hati mereka keimanan. Artinya Allah mengokohkan dalam dirinya keimanan dan menahannya sehingga tidak goncang dan terpengaruh sedikitpun dgn syubhat dan keraguan. Dialah yg telah dikuatkan oleh Allah dgn pertolongn-Nya yaitu menguatkanya dgn wahyu-Nya ilmu dari-Nya pertolongan dan dgn segala kebaikan. Merekalah orang-orang yg mendapatkan kebagian dalam hidup di negeri dunia dan akan mendapatkan segala macam ni’mat di dalam surga dimana di dalamnya terdapat segala apa yg diinginkan oleh tiap jiwa dan menyejukkan hatinya dan segala apa yg diinginkan dan mereka juga akan mendapatkan ni’mat yg paling utama dan besar yaitu mendapatkan keridhaan Allah dan tidak akan mendapatkan kemurkaan selama - lamanya dan mereka ridha dgn apa yg diberikan oleh Rabb mereka dari segala macam kemuliaan pahala yg banyak kewibawaan yg tinggi dan derajat yg tinggi. Hal ini dikarenakan mereka tidak melihat yg lbh dari apa yg diberikan oleh Allah Subhanahu Wata’ala .Abdurrahman As-sa’dy dalam mukadimah risalah beliau Al-Wasailul Mufiidah lil hayati As-Sa’idah hal. 5 mengatakan: Sesungguhnya ketenangan dan ketenteraman hati dan hilangnya kegundahgulanaan darinya itulah yg dicari oleh tiap orang. Karena dgn dasar itulah akan didapati kehidupan yg baik dan kebahagiaan yg hakiki .Allah berfirman:Baraing siapa yg melakukan amal shleh dari kalangan laki-laki dan perempuan dan dia dalam keadaan beriman maka Kami akan memberikan kehidupan yg baik dan membalas mereka dengan ganjaran pahala yg lbh baik dikarenakan apa yg telah di lakukannya.As-Sa’dy dalam Al-Wasailul Mufiidah lil hayati As-Sa’idah halaman 9 mengatakan: Allah memberitahukan dan menjanjikan kepada siapa saja yg menghimpun antara iman dan amal shaleh yaitu dgn kehidupan yg bahagia dalam negeri dunia ini dan membalasnya dgn pahala di dunia dan akhirat .Dari kedua dalil ini kita bisa menyimpulkan bahwa kebahagian hidup itu terletak pada dua perkara yang sangat mendasar : Kebagusan jiwa yg di landasi oleh iman yg benar dan kebagusan amal seseorang yg dilandasi oleh ikhlas dan sesuai dgn sunnah Rasulullah Shalallah ‘Alahi Wasallam.Kebahagian Yang Hakiki dgn AqidahOrang yg beriman kepada Allah dan mewujudkan keimanannya tersebut dalam amal mereka adalah orang yg bahagia di dalam hidup. Merekalah yg apabila mendapatkan ujian hidup merasa bahagia dengannya krn mengetahui bahwa semuanya datang dari Allah Subhanahu Wata’ala dan di belakang kejadian ini ada hikmah-hikmah yg belum terbetik pada dirinya yg dirahasiakan oleh Allah sehingga menjadikan dia bersabar menerimanya. Dan apabila mereka mendapatkan kesenangan mereka bahagia dengannya krn mereka mengetahui bahwa semuanya itu datang dari Allah yg mengharuskan dia bersyukur kepada-Nya.Alangkah bahagianya hidup kalau dalam tiap waktunya selalu dalam kebaikan. Bukankah sabar itu merupakan kebaikan? Dan bukankah bersyukur itu merupakan kebaikan? Diantara sabar dan syukur ini orang-orang yg beriman berlabuh dgn bahtera imannya dalam mengarungi lautan hidup. Allah berfirman;Jika kalian bersyukur niscaya Aku akan benar-benar menambahnya kepada kalian dan jika kalian mengkufurinya maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih .Rasulullah Shalallah ‘Alahi Wasallam bersabda:Dan tidaklah seseorang di berikan satu pemberian lbh baik dan lbh luas dari pada kesabaran .

Kesabaran itu adl Cahaya.Umar bin Khatthab Radhiyallahu ‘Anhu brkata: Kami menemukan kebahagian hidup bersama kesabaran . Mari kita mendengar herannya Rasululah terhadap kehidupan orang-orang yg beriman di mana mereka selalu dalam kebaikan siang dan malam: Sungguh sangat mengherankan urusannya orang yg beriman dimana semua urusannya adalah baik dan yg demikian itu tidak didapati kecuali oleh orang yg beriman. Kalau dia mendapatkan kesenangan dia bersyukur maka yg demikian itu merupakan kebaikan baginya dan kalau dia ditimpa mudharat mereka bersabar maka itu merupakan satu kebaikan baginya .As-Sa’dy rahilahullah mengatakan: Rasulullah memberitakan bahwa seorang yg beriman kepada Allah berlipat-lipat ganjaran kebaikan dan buahnya dalam tiap keadaan yg dilaluinya baik itu senang atau duka. Dari itu kamu menemukan bila dua orang ditimpa oleh dua hal tersebut kamu akan mendapatkan perbedaan yg jauh pada dua orang tersebut yg demikian itu disebabkan krn perbedaan tingkat kimanan yg ada pada mereka berdua . Lihat Kitab Al- Wasailul Mufiidah lil hayati As-Sa’idah halaman 12.Dalam meraih kebahagiaan dalam hidup manusia terbagi menjadi tiga golongan.Pertama orang yg mengetahui jalan tersebut dan dia berusaha utk menempuhnya walaupun harus menghadapi resiko yg sangat dahsyat. Dia mengorbankan segala apa yg diminta oleh perjuangan tersebut walaupun harus mengorbankan nyawa. Dia mempertahankan diri dalam amukan badai kehidupan dan berusaha menggandeng tangan keluarganya utk bersama-sama dalam menyelamatkan diri. Yang menjadi syi’arnya adl firman Allah;Hai orang-orang yg beriman jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka.Karena perjuangan yg gigih tersebut Allah mencatatnya termasuk kedalam barisan orang- orang yg tidak merugi dalam hidup dan selalu mendapat kemenangan di dunia dan di akhirat sebagaimana yg telah disebutkan dalam surat Al- ‘Ashr 1-3 dan surat Al-Mujadalah 22. Mereka itulah orang-orang yg beriman dan beramal shaleh dan merekalah pemilik kehidupan yg hakiki.Kedua orang yg mengetahui jalan kebahagian yg hakiki tersebut namun dikarenakan kelemahan iman yg ada pada dirinya menyebabkan dia menempuh jalan yg lain dgn cara menghinakan dirinya di hadapan hawa nafsu. Mendapatkan kegagalan demi kegagalan ketika bertarung melawannya. Mereka adl orang-orang yg lbh memilih kebahagian yg semu daripada harus meraih kebahagian yg hakiki di dunia dan di Akhirat kelak. Menanggalkan baju ketakwaannya mahkota keyakinannya dan menggugurkan ilmu yg ada pada dirinya. Mereka adalah barisan orang-orang yg lemah imannya.Ketiga orang yg sama sekali tidak mengetahui jalan kebahagiaan tersebut sehingga harus berjalan di atas duri-duri yg tajam dan menyangka kalau yg demikian itu merupakan kebahagian yg hakiki. Mereka siap melelang agamanya dgn kehidupan dunia yg fana’ dan siap terjun ke dalam kubangan api yg sangat dahsyat. Orang yg seperti inilah yg dimaksud oleh Allah dalm surat Al-’Ashr ayat 2 yaitu Orang-orang yg pasti merugi dan yg disebutkan oleh Allah dalam surat Al-Mujadalah ayat 19 yaitu Partainya syaithon yg pasti akan merugi dan gagal . Dan mereka itulah yg dimaksud oleh Rasulullah dalam sabda beliau:Di pagi hari seseorang menjadi mukmin dan di sore harinya menjadi kafir dan di sore harinya mukmin maka di pagi harinya dia kafir dan dia melelang agamanya dgn harga dunia.Banyak pelajaran yg bisa kita ambil dalam hadits Rasulullah Shalallahu ‘Alahi Wasallam diantaranya adl kebahagian hidup dan kemuliaannya ada bersama keteguhan berpegang dengan agama dan bersegera mewujudkannya dalam bentuk amal shaleh dan tidak bolehnya seseorang utk menunda amal yg pada akhirnya dia terjatuh dalam perangkap syaithan yaitu merasa aman dari balasan tipu daya Allah Subhanahu Wata’ala. Hidup harus bertarung dgn fitnah sehingga dengannya ada yg harus menemukan kegagalan dirinya dan terjatuh pada kehinaan di mata Alllah dan di mata makhluk-Nya.Wallah ‘Alam
sumber : file chm Darus Salaf 2

Sabtu, 12 Desember 2009

♥ Syahadat Yang Di Terima Allah.S.W.T

► Sebagai seorang muslim, tentu harus senantiasa mempertahankan diri agar keimanan kita tetap terjaga.Dengan kata lain, kita harus berusaha untuk menjaga kalimat syahadatain yang kita ucapkan dari kondisi kendor (futur). Lebih jauh lagi, kalimat Laa ilaaha illallah tidak mungkin kita aplikasikan kecuali dengan dua hal, yaitu terpenuhinya syarat-syarat syahadatain, dan tidak adanya hal-hal yang membatalkan syahadatain.
Untuk itu, kita perlu mengetahui apa saja syarat-syaratnya agar kalimat syahadatain kita dapat diterima Allah SWT, dan hal-hal apa saja yang dapat membatalkannya. Artikel ini mencoba mengupas yang pertama, yaitu syarat-syarat diterimanya syahadat. Untuk bagian yang kedua, insya Allah akan dikupas pada artikel lain.
Syarat Syahadatain
»Syarat« adalah sesuatu yang tanpa keberadaannya, maka yang disyaratkannya itu tidak sempurna atau tidak dapat terealisasi. Jadi, jika kita mengucapkan dua kalimat syahadat tanpa memenuhi syarat-syaratnya, bisa dikatakan syahadat itu tidak sah.
Syarat syahadatain itu sendiri ada tujuh, yaitu:
1. Pengetahuan (lawan dari kebodohan)
2. Keyakinan (lawan dari keragu-raguan)
3. Keikhlashan (lawan dari kemusyrikan)
4. Kejujuran (lawan dari kebohongan)
5. Kecintaan (lawan dari kebencian)
6. Penerimaan (lawan dari penolakan)
7. Ketundukan (lawan dari pengingkaran)
1. Pengetahuan
Manusia yang menyatakan sesuatu, tentu harus mengetahui dan memahami dahulu apa yang dia ucapkan, begitu juga dengan syahadatain. Seseorang yang bersyahadat, harus memiliki pengetahuan tentang syahadatnya. Dia wajib memahami isi dari dua kalimat yang dia nyatakan itu, serta bersedia menerima konsekuensi ucapannya. Orang-orang yang bodoh (jahil) tentang makna syahadatain, tidak mungkin dapat mengamalkannya.
Contohnya yaitu dalam kalimat Laa ilaaha illallah. Kita harus pahami bahwa kalimat ini mencakup dua dimensi, yaitu penafikan (Laa ilaaha = tiada ilah) dan penetapan (illallah = selain Allah). Artinya, kita harus mengetahui bahwa dimensi penafikan di sini berarti penolakan terhadap semua sembahan selain Allah. Dan dimensi penetapan dalam kalimat ini adalah penetapan bahwa hak Uluhiyah (ketuhanan / yang disembah) hanya bagi Allah semata. Allah SWT berfirman:
»Maka ketahuilah bahwa tiada tuhan selain Allah.«(QS. Muhammad: 19)
Allah SWT juga menfirmankan hal serupa dalam ayat lain, antara lain di Al Qur�an surat Ali Imran ayat :18.
Lawan dari pengetahuan ini adalah ketidaktahuan akan makna syahadat (kebodohan). Mempelajari hal ini merupakan salah satu kunci mendapatkan rahmat dari Allah dan mendapatkan kebaikan. Dalam suatu hadits, Rasulullah SAW bersabda:
»Barangsiapa meninggal, sedang ia mengetahui bahwa tidak ada tuhan yang disembah kecuali Allah, ia masuk surga.« (Hadits, dalam As Shahih diriwayatkan dari Usman RA.)
2. Keyakinan
Keyakinan di sini berarti mengetahui dengan sempurna makna dari syahadat tanpa sedikitpun keraguan terhadap makna tersebut. Artinya, seseorang yang bersyahadat mesti meyakini ucapannya dengan makna yang sebenarnya, tanpa ragu sedikitpun. Dalam Al Qur�an Allah berfirman:
»Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.« (QS. Al Hujurat: 15).
Artinya, lawan dari keyakinan adalah keraguan. Keyakinan akan membawa seseorang kepada keistiqomahan, sedangkan keraguan akan menimbulkan kemunafikan.
Dalam Hadits, juga dinyatakan sebagai berikut:
Dari Abu Hurairah RA Rasulullah SAW bersabda, �Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah. Tidak ada seorang hamba yang bertemu dengan Allah dengan dua kalimat ini dan tidak ragu tentang kedua-duanya, kecuali masuk surga.� (HR. Muslim)
3. Keikhlashan
Istilah �keikhlashan� diambil dari kata �susu murni� (al laban al khalish), yang maksudnya tidak lagi dicampuri kotoran yang merusak kemurnian dan kejernihannya. Artinya, ikhlash berarti bersihnya hati dari segala sesuatu yang bertentangan dengan makna syahadat.
Dengan demikian, ucapan syahadat mesti diiringi dengan niat yang ikhlash, lillahi ta�ala. Ucapan yang bercampur dengan riya� atau kecenderungan tertentu tidak akan diterima Allah SWT. Allah SWT berfirman:
�Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus...� (QS. Al Bayinah : 5)
Syahadat sendiri merupakan bagian dari ibadah, oleh karena itu harus dilakukan dengan ikhlash. Dan ikhlash, merupakan lawan dari kemusyrikan. Setiap perbuatan yang mengandung kemusyrikan, maka akan menghapus amal perbuatan itu sendiri. Dan orang yang melakukannya menderita kerugian, karena pekerjaannya sia-sia tidak bermakna. Dan tidak ikhlash juga berarti mengadakan tandingan-tandingan selain Allah SWT selain tuhannya. Allah SWT berfirman:
�Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.� (QS. Az Zumar : 39).
4. Kejujuran
Dalam hal ini, kejujuran adalah bahwa �lahirnya� tidak boleh menyalahi �batinnya�. Keduanya harus saling sesuai dan sejalan, yaitu antara lahir dan batinnya, antara ilmu dan amalnya, antara apa yang ada di dalam hatinya dengan apa yang dikerjakan oleh raganya. Oleh karena itulah pernyataan syahadat harus dinyatakan dengan lisan, diyakini dalam hati, lalu diaktualisasikan dalam amal perbuatan. Rasulullah SAW bersabda:
�Siapa yang mengucapkan: �Tiada tuhan selain Allah� dengan jujur dalam hatinya, maka ia akan masuk surga.� (HR. Bukhari).
Allah SWT berfirman:
�Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.� (QS. Al An�am: 82)
Lawan dari sikap ini adalah kebohongan yang melahirkan kemunafikan, yaitu menampakan sesuatu yang sebenarnya tak ada dalam hatinya. Atau bahwa ia menyimpan kekufuran dalam batinnya, tetapi menampakkan iman dalam lisan dan raganya.
Kejujuran dan kemunafikan diuji melalui cobaan. Cobaan ini akan menjadi seleksi bagi seseorang. Sejarah menunjukkan bahwa cobaan merupakan cara untuk mengetahui siapa yang betul-betul berjuang di jalan Allah, dan siapa yang tidak bersungguh-sungguh berjuang. Dalam hal ini, Allah SWT berfirman:
�Di antara orang-orang mu'min itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya).� (QS. Al Ahzab : 33)
5. Kecintaan
Kecintaan dalam hal ini yaitu mencintai Allah dan Rasul-Nya. Dan juga mencintai orang-orang yang beriman.
�...Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah...� (QS. Al Baqarah : 165)
Cinta kepada Allah SWT yang teramat sangat, merupakan sifat utama orang yang beriman. Mereka juga membenci apa saja yang dibenci oleh Allah SWT.
Cinta juga berarti rasa suka yang dapat melapangkan dada. Ia merupakan ruh dari ibadah, sedangkan syahadatain merupakan ibadah yang paling utama. Dengan rasa cinta ini, segala perintah dan larangan akan terasa ringan, tuntutan dari syahadatain akan terasa ringan.
Seseorang yang beriman, akan melimpahkan cintanya terlebih dahulu kepada Allah SWT, Rasul-Nya, dan jihad, sebelum mencintai yang lainnya.
�Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.� (QS. At Taubah: 9)
Dan jika seseorang ingin merasakan manisnya iman, maka ada baiknya pahami hadits berikut ini:
�Tiga hal, yang barangsiapa dalam dirinya ada ketiganya, akan mendapatkan manisnya iman, bila Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya, bila seseorang mencintai seseorang yang lain, ia tidak mencintainya kecuali karena Allah; dan apabila ia tidak ingin kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkan dirinya dari kekufuran itu sebagaimana ia tidak ingin dijebloskan ke dalam neraka.� (HR. Bukhari).
Cinta itu juga harus disertai amarah. Yaitu kemarahan terhadap segala sesuatu yang bertentangan dengan syahadat, atau dengan kata lain, semua ilmu dan amal yang menyalahi sunnah Rasulullah SAW. Selain itu ia juga murka terhadap para pelaku atau pembawa ajaran dengan segala ilmu dan amal yang mereka bawa. Rasulullah SAW bersabda:
�Ikatan iman yang terkuat adalah cinta karena Allah dan marah karena Allah.� (HR. Thabrani dari Ikrimah dan Ibnu Abbas).
Lawan dari kecintaan adalah kebencian.
6. Penerimaan
Penerimaan di sini yaitu kerendahan dan ketundukan, serta penerimaan hati terhadap segala sesuatu yang datang dari Allah dan Rasul-Nya. Dan hal ini harus membuahkan ketaatan dan ibadah kepada Allah SWT, dengan jalan meyakini bahwa tak ada yang dapat menunjuki dan menyelamatkannya kecuali ajaran yang datang dari syariat Islam. Allah SWT berfirman:
�Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.� (QS. Al Ahzab: 36)
Artinya, bagi seorang muslim tidak ada pilihan lain kecuali Kitabullah (Al Qur�an) dan Sunnah Rasul. Dan mukmin sendiri adalah mereka yang berhukum kepada Rasul Allah SWT dalam seluruh persoalannya, dan ia menerima secara total keputsan Rasul, tanpa ragu-ragu sedikitpun. Allah SWT berfirman:
�Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.� (QS. An Nisaa: 65).
Dalam Al Qur�an surat An Nur ayat 51, Allah SWT juga menfirmankan hal serupa.
Lawan dari penerimaan di atas adalah penolakan atau pembangkangan. Yaitu membangkang dan berpaling dari ajaran-ajaran Rasulullah SAW dengan hatinya, sehingga ia tidak ridho dan tidak menerima ajaran-ajaran tersebut. Allah menggambarkan orang-orang seperti itu dalam ayat berikut ini:
�Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". Berkatalah ia: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?" Allah berfirman: "Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan".� (QS. Thoha: 124-126)
7. Ketundukan
Pernyataan syahadat harus diiringi dengan ketundukan. Ketundukan yaitu tunduk dan menyerahkan diri kepada Allah dan Rasul-Nya secara lahiriyah. Artinya, kita harus mengamalkan semua perintah-Nya dan meninggalkan semua larangan-Nya.
Perbedaan antara �penerimaan� (yang sudah dijelaskan di atas) dengan �ketundukan� yaitu bahwa penerimaan merupakan pekerjaan hati, sedangkan ketundukan pekerjaan fisik.
Dalam suatu hadits, dinyatakan:
Dari Abi Muhammad Abdillah bin �Amr bin Al �Ash RA, berkata, Rasulullah SAW bersabda: �Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian, sehingga hawa nafsunya tunduk kepada ajaran yang aku bawa.
Oleh karena itu, setiap muslim yang bersyahadat selalu siap melaksanakan ajaran Islam yang merupakan aplikasi syahadatain. Ia bertekad dan menentukan agarkan hukum dan undang-undang Allah SWT berlaku pada dirinya, keluarganya, maupun masyarakatnya. Dengan kata lain, seseorang yang mengucapkan syahadat, berarti dia juga harus mengaplikasikannya dalam amal sholeh. Dan Allah akan membalasnya dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan. Allah SWT berfirman:
»Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik [839] dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.« (QS. An Nahl : 16)
Lawan dari ketundukan adalah pengingkaran, yaitu tidak mau melakukan apa yang diperintahkan Allah atau sebaliknya, justru mengerjakan apa yang dilarang-Nya. Seseorang yang bersyahadat adalah orang-orang yang tunduk dan taat kepada Allah.
Setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat syahadat di atas, maka akan timbul di dalam dirinya sikap rela dan ridho untuk diatur oleh Allah SWT, Rasulullah, dan Islam, dalam kehidupan mereka sehari-hari, dan dalam setiap keadaan. wallahualam bishshawab.jk.Hudzaifah

Selasa, 01 Desember 2009

► Tujuh Ciri Mendapatkan Kebaikan Didunia

“Dan diantara mereka ada orang yang berdoa : “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan periharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Al-Baqarah [2]: 201)

´¨)
(¸.•´¸.•*´¨)¸•*¨)
(¸.•´ (¸.•` ¤...)
(`*•.¸(`*•.¸ (`*•.¸¸¸¸.•*´)¸.•*´)¸.•*´)



Menjadikan Allah SWT sebagai satu-satunya Dzat yang kita mintai pertolongan adalah sebuah keharusan. Sebab, Allah Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Setiap kejadian, Allah-lah yang menentukannya. Dia menentukan takdir setiap urusan makhluk-Nya. Karenanya, jangan heran jika setiap muslim dianjurkan berdoa kepada Allah baik dalam keadaan sempit atau pun lapang, agar kebaikan selalu ada bersamanya.
Ada sebuah doa yang sudah menjadi favorit kaum muslimin agar memperoleh kebaikan di dunia dan akhirat. Setiap berdoa, kita biasanya tidak melewatkan untuk membaca doa ini. Doa ini berbunyi, “Rabbana atina fi dunya hasanah wa fil akhirati hasanah waqina ‘adzabannar”. Artinya, “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.”
Para ulama memberikan keterangan berkaitan harapan setiap muslim melalui doa itu. Berkaitan dengan kalimat “fi dunya hasanah”, setidaknya ada tujuh hal yang akan diperoleh seorang muslim jika doanya dikabulkan Allah SWT.
ke 1 ► , selalu bersyukur kepada Allah. Setiap muslim yang telah memperoleh kebaikan di dunia, akan selalu bersyukur kepada Allah SWT apapun ketentuan Allah kepadanya. Saat diberi kenikmatan ia makin bersyukur dan ketika diberi musibah ia bersabar. Orang-orang yang selalu bersyukur kepada-Nya akan terus diberi kenikmatan hidup oleh-Nya. “Lain syakartum laazidannakum”, artinya, “Apabila kalian bersyukur niscaya akan kutambah nikmat-Ku kepadamu,” kata Allah SWT dalam Al-Quran.
Ke ►2, memiliki pendamping yang shalih/shalihah. Setiap muslim yang diberi kebaikan di dunia akan diberi pendamping yang baik. Seorang laki-laki akan mendapatkan istri yang shalihah. Dan begitu pula seorang wanita akan mendapatkan suami yang shalih.
Ke ►3, memiliki anak yang shalih dan shalihah. Memiliki anak yang shalih dan shalihah adalah harapan setiap orang tua muslim. Anak yang shalih atau shalihah adalah investasi terbaik setiap muslim. Keshalihan seorang anak akan memberikan manfaat kepada keluarga, bangsa dan agamanya. Sudah tentu, pahalanya akan mengalir deras kepada kedua orang tuanya.
Ke ►4, memiliki harta yang berkah. Harta yang berkah bukanlah berati banyak melimpah ruah. Keberkahan harta tidak terkait dengan jumlah. Tetapi, harta yang berkah merupakan harta yang bisa memberikan manfaat bagi pemiliknya dan orang lain. harta tersebut diperoleh dengan cara halal dan digunakan untuk keperluan fi sabilillah. Harta itu akan menjadi jalan amal shalih bagi pemiliknya. Tentu saja, akan lebih baik bila kita memiliki harta yang banyak dan berkah dibandingkan sedikit tapi tidak berkah.
Ke ► 5, tidak memiliki hutang. Memiliki hutang tidaklah dilarang dalam ajaran Islam. Hanya saja, hutang bisa menyebabkan hidup seseorang kurang nyaman dan bahagia. Biasanya, orang yang memiliki hutang kurang dihargai orang lain, terlebih oleh orang yang memberikan piutang. Setiap muslim harus berusaha untuk melunasi hutang dengan sungguh-sungguh. Sebab, hutang bisa menyebabkan ditangguhkannya masuk ke surga sebelum hutangnya dilunasi, meskipun ia mati dalam jihad fi sabilillah.
Ke ► 6, ilmunya bermanfaat. Banyak orang yang memiliki ilmu, namun hanya sedikit ilmunya bermanfaat. Orang-orang yang mendapatkan kebaikan di dunia (fi dunya hasanah), jika memiliki ilmu maka ilmunya akan bermanfaat bagi orang lain dan agama.
Ke ►7, umurnya berkah. Usia yang berkah tidak terkait dengan usia yang panjang. Seseorang yang umurnya berkah selalu menjadikan tiap ada detik waktu yang disia-siakannya. Sepanjang usianya ia gunakan untuk beribadah, beramal dan berdakwah. Ia tebarkan manfaat kepada siapa pun. Ia bergaul dengan orang-orang shalih agar kecipratan keberkahan hidup. Baginya, tidak ada waktu kecuali beramal, beramal, dan beramal.
Untuk itu, berdoalah selalu kepada Allah SWT agar diberi kebaikan dan keselamatan dalam kehidupan ini. Teruslah bersyukur atas semua nikmat-Nya dan bersabar terhadap musibah-Nya. Bekerjalah untuk memperoleh rezeki yang halal dengan cara yang halal. Didiklah putera puteri kita agar menjadi anak-anak yang shalih dan shalihah. Tebarkanlah selalu kebaikan agar usia kita berkah dan bermanfaat.
Wallahu a’lam bishshawwab.

 

i